- Dinamika perkembangan ekonomi Indonesia masa Orde Baru dalam rentang waktu 32 tahun memberikan pengaruh yang besar terhadap keadaan ekonomi Indonesia masa kini. Kegagalan ekonomi Orde Lama masa Soekarno sangat berpengaruh terhadap perencanaan program ekonomi masa Orde Baru era program, dan kebijakan ekonomi pada masa Orde Baru sangat bertolak belakang dengan kebijakan ekonomi Orde Lama. Berikut beberapa program ekonomi masa Orde Baru Pelunasan Hutang Luar Negeri Pelunasan hutang luar negeri Indonesia peninggalan pemerintahan Orde Lama merupakan salah satu kebijakan ekonomi prioritas dari Orde Baru. Kebijakan tersebut ditempuh agar Indonesia mendapat kepercayaan dari negara lain ketika akan mengajukan program hutang sebagai modal pemerintahan Orde Baru. Baca juga Integrasi Timor Timur ke Indonesia masa Orde Baru Dalam buku Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah 2017 karya Boediono, pada awal pemerintahan Orde Baru 1966, Indonesia memiliki hutang pada Belanda sebesar 600 juta gulden sebagai ganti rugi atas nasionalisasi perusahaan Belanda masa Orde itu, Indonesia harus membayar ganti rugi kepada Inggris atas peristiwa konfrontasi Indonesia-Malaysia yang mengakibatkan pengrusakan Kedutaan Besar Inggris di Indonesia. UU Penanaman Modal Asing UU PMA Undang-Undang Penanaman Modal Asing PMA disahkan pada tahun 1967. Pemberlakuan UU PMA bertujuan memberikan peluang bagi pemodal luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan tujuan memajukan perusahaan serta ekonomi di Indonesia. Melalui UU PMA Orde Baru ingin menjalin kedekatan dengan negara-negara maju melalui sektor ekonomi. UU PMA juga menandakan dimulainya era liberalisasi dan kapitalisasi Indonesia masa Orde Baru. Inter Governmental Group on Indonesia IGGI Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 2005 karya Ricklefs, para kreditor internasional nonkomunis Indonesia setuju untuk bertindak bersama dan membentuk Inter Governmental Group on Indonesia IGGI pada tahun 1967. Baca juga Terjadinya Perubahan Masyarakat Masa Orde Baru Hingga Reformasi IGGI dicetuskan dalam pertemuan antara delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional di Amsterdam, Belanda. IGGI merupakan pembiayaan bersama proyek liberalisasi ekonomi Indonesia yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan luar negeri. UU Penanaman Modal Dalam Negeri Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri termuat dalam UU no 6 tahun 1968. Kebijakan ini bertujuan untuk mengalirkan investasi dari pemodal-pemodal dalam negeri untuk perusahaan di Indonesia. Melalui UU PMDN, industrialisasi di Indonesia diharapkan mampu bertumbuh lebih pesat di berbagai bidang usaha. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.padahakikatnya orde baru lahir untuk a. b. c. d. e. mengambil alih pemerintahan dari tangan presiden sukarno melaksanakan pancasila dan uud 1945 secara murni dan knsekuen mengoreksi pelaksanaan pemerintahan ke arah pemerintahan terpusat mengembalikan kehidupan politik dan kenegaraan ke arah demokrasi barat memurnikan pelaksanaan kenegaraan Terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang diawali dengan keputusan Sidang Istimewa MPRS tanggal 12 Maret 1967 yang menetapkan Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden. Kedudukannya itu semakin kuat setelah pada 27 Maret 1968, MPRS mengukuhkannya sebagai presiden penuh. Pengukuhan tersebut dapat dijadikan indikator dimulainya kekuasaan Orde Baru. Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru mulai menjalankan kebijakan-kebijakan politik dan Ekonomi yang telah ditetapkan oleh Sidang MPRS tahun-tahun sebelumnya, seperti Stabilitas Politik Keamanan Tap MPRS Stabilitas ekonomi Tap MPRS 66, dan Pemilihan Umum Tap MPRS Pemerintahan Orde Baru memandang bahwa selama Orde Lama telah terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila. Diantara penyimpangan tersebut adalah pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan pelaksanaan politik luar negeri yang cenderung memihak blok komunis Blok Timur. Sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh MPRS, maka pemerintahan Orde Baru segera berupaya menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara konsekuen dengan melakukan rehabilitasi dan stabilisasi politik dan keamanan polkam. Tujuan dari rehabilitasi dan stabilisasi tersebut adalah agar dilakukan pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat Penyeragaman Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui cara penyeragaman ideologis melalui ideologi Pancasila. Dengan alasan Pancasila telah menjadi konsensus nasional, keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu disosialisasikan. Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto pada acara Hari Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 19 Desember 1974. Kemudian dalam pidatonya menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka pada 12 Agustus 1976, di Jakarta, Presiden Soeharto menyerukan kepada seluruh rakyat agar berikrar pada diri sendiri mewujudkan Pancasila dan mengajukan Eka Prasetia bagi ikrar tersebut. Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetia Pancakarsa dengan maksud menegaskan bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4 dipandang sebagai janji yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus untuk mewujudkan lima cita-cita yaitu takwa kepada Tuhan YME dan menghargai orang lain yang berlainan agama/kepercayaan; mencintai sesama manusia dengan selalui ingat kepada orang lain, tidak sewenangwenang; mencintai tanah air, menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi;demokratis dan patuh pada putusan rakyat yang sah; suka menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan kemampuan orang lain Referensi Bahan Penataran P4 dalam Anhar Gongong ed, 2005 159. Presiden kemudian mengajukan draft P4 ini kepada MPR, Akhirnya, pada 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap MPR Setelah disahkan MPR, pemerintah membentuk komisi Penasehat Presiden mengenai P4 yang dipimpin oleh Dr. Roeslan Abdulgani. Sebagai badan pelaksananya dibentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4 BP7 yang berkedudukan di Jakarta. Tugasnya adalah untuk mengkoordinasi pelaksanaan program penataran P4 yang dilaksanakan pada tingkat nasional dan penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai Demokrasi Pancasila, sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pegawai negeri termasuk pegawai BUMN, baik sipil maupun militer diharuskan mengikuti penataran P4. Kemudian para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi, juga diharuskan mengikuti penataran P4 yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran atau tahun akademik. Melalui penataran P4 itu, pemerintah juga memberikan penekanan pada masalah “suku”, “agama”, “ras”, dan “antargolongan”, Sara. Menurut pemerintah Orde baru, “sara” merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik atau kerusuhan sosial. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan Sara. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk berpikir seragam; dengan kata lain yang lebih halus, harus mau bersikap toleran dalam arti tidak boleh membicarakan atau menonjolkan perbedaan yang berkaitan dengan masalah sara. Meskipun demikian, akhirnya konflik yang bermuatan sara itu tetap tidak dapat dihindari. Pada tahun 1992 misalnya, terjadi konflik antara kaum muslim dan non muslim di Jakarta Ricklefs, 2005 640. Demikian pula halnya dengan P4. Setelah beberapa tahun berjalan, kritik datang dari berbagai kalangan terhadap pelaksanaan P4. Berdasarkan pengamatan di lapangan banyak peserta penataran pada umumnya merasa muak terhadap P4. Fakta ini kemudian disampaikan kepada Presiden agar masalah P4 ditinjau kembali. Setelah P4 menjadi Tap MPR dan dilaksanakan, selanjutnya orsospol yang diseragamkan dalam arti harus mau menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas partai dan organisasi, yang dikenal dengan sebutan “asas tunggal”. Gagasan asas tunggal ini disampaikan oleh Presiden Soeharto dalam pidato pembukaan Rapat Pimpinan ABRI Rapim ABRI, di Pekanbaru , Riau, tanggal 27 Maret 1980 dan dilontarkan kembali pada acara ulang tahun Korps Pasukan Sandi Yudha Kopasandha di Cijantung, Jakarta 16 April 1980. Gagasan Asas Tunggal ini pada awalnya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari berbagai pemimpin umat Islam dan beberapa purnawirawan militer ternama. Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, Presiden Soeharto tetap meneruskan gagasannya itu dan membawanya ke MPR. Melalui Sidang MPR Asas Tunggal” akhirnya diterima menjadi ketetapan MPR, yaitu; Tap MPR Kemudian pada 19 Januri 1985, pemerintah dengan persetujuan DPR, mengeluarkan Undang-Undang yang menetapkan bahwa partai-partai politik dan Golkar harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal mereka. Empat bulan kemudian, pada tanggal 17 Juni 1985, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang ormas, yang menetapkan bahwa seluruh organisasi sosial atau massa harus mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. Sejak saat itu tidak ada lagi orsospol yang berasaskan lain selain Pancasila, semua sudah seragam.. Demokrasi Pancasila yang mengakui hak hidup “bhineka tunggal ika”, dipergunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk mematikan kebhinekaan, termasuk memenjarakan atau mencekal tokoh-tokoh pengkritik kebijakan pemerintah Orde Ekonomi Orde Baru Seperti yang telah diuraikan di atas, stabilisasi polkam diperlukan untuk pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Kondisi ekonomi yang diwarisi Orde Lama adalah sangat buruk. Sektor produksi barang-barang konsumsi misalnya hanya berjalan 20% dari kapasitasnya. Demikian pula sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi salah satu tumpuan ekspor juga tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hutang yang jatuh tempo pada akhir Desember 1965, seluruhnya berjumlah 2,358 Juta dollar AS. Dengan Perincian negara-negara yang memberikan hutang pada masa Orde Lama adalah blok negara komunis US $ juta, negara Barat US $ 587 juta, sisanya pada negara-negara Asia dan badan-badan internasional. Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik. Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa hingga benar-benar membantu perbaikan ekonomi rakyat. Bertolak dari kenyataan ekonomi seperti itu, maka prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan hiperinflasi antara lain dengan menyusun APBN Anggaran Pendapatan Belanja Negara berimbang. Sejalan dengan kebijakan itu pemerintah Orde Baru berupaya menyelesaikan masalah hutang luar negeri sekaligus mencari hutang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya. Untuk menanggulangi masalah hutang-piutang luar negeri itu, pemerintah Orde Baru berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim negosiasinya ke Paris, Perancis Paris Club, untuk merundingkan hutang piutang negara, dan ke London , Inggris London Club untuk merundingkan hutang-piutang swasta. Sebagai bukti keseriusan dan itikad baik untuk bersahabat dengan negara para donor, pemerintah Orde Baru sebelum pertemuan Paris Club telah mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan pemerintah Belanda mengenai pembayaran ganti rugi sebesar 165 juta dollar AS terhadap beberapa perusahaan mereka yang dinasionalisasi oleh Orde Lama pada tahun 1958. Begitu pula dengan Inggris telah dicapai suatu kesepakatan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan Inggris yang kekayaannya disita oleh pemerintah RI semasa era konfrontasi pada tahun 1965. Sejalan dengan upaya diplomasi ekonomi, pada 10 Januari 1967 pemerintah Orde Baru memberlakukan UU tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA . Dengan UU PMA, pemerintah ingin menunjukan kepada dunia internasional bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah Orde Baru, berbeda dengan Orde Lama. Orde Baru tidak memusuhi investor asing dengan menuduh sebagai kaki tangan imperialisme. Sebaliknya, aktivitas mereka dipandang sebagai prasyarat yang dibutuhkan oleh sebuah negara yang ingin membangun perekonomiannya. Dengan bantuan modal mereka, selayaknya mereka didorong dan dikembangkan untuk memperbanyak investasi dalam berbagai bidang ekonomi. Sebab dengan investasi mereka, lapangan kerja akan segera tercipta dengan cepat tanpa menunggu pemerintah memiliki uang terlebih dahulu untuk menggerakan roda pembangunan nasional. Upaya diplomasi ekonomi ke negara-negara Barat dan Jepang itu, tidak hanya berhasil mengatur penjadwalan kembali pembayaran hutang negara dan swasta yang jatuh tempo, melainkan juga mampu meyakinkan dan menggugah negara-negara tersebut untuk membantu Indonesia yang sedang terpuruk ekonominya. Hal ini terbukti antara lain dengan dibentuknya lembaga konsorsium yang bernama Inter Governmental Group on Indonesia IGGI. Proses pembentukan IGGI diawali oleh suatu pertemuan antara para negara yang memiliki komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari 1967, di Amsterdam. Inisiatif itu datang dari pemerintah Belanda. Pertemuan ini juga dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional. Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk IGGI dan Belanda ditunjuk sebagai ketuanya. Selain mengupayakan masuknya dana bantuan luar negeri, pemerintah Orde Baru juga berupaya menggalang dana dari dalam negeri yaitu dana masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah bersama– sama Bank Indonesia dan bank-bank milik negara lainnya adalah berupaya agar masyarakat mau menabung. Upaya lain adalah menerbitkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri UUPMDN 1968. Satu hal dari UUPMDN adalah adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa dalam penanaman modal dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus menguasai 51% sahamnya. Untuk menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas menanganinya. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal BPPM. Berdasarkan Keppres badan itu berubah menjadi Team Teknis Penanaman Modal TTPM. Pada Tahun 1973, TTPM digantikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM hingga saat ini. Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pada awal Orde Baru mulai menunjukan hasil positif. Hiperinflasi mulai dapat dikendalikan, dari 650% menjadi 120% 1967, dan 80% 1968, sehingga pada tahun itu diputuskan bahwa Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita pertama akan dimulai pada tahun berikutnya 1969. Setelah itu pada tahun-tahun berikutnya inflasi terus menurun menjadi 25% 1969, 12% 1970, dan 10% bahkan sampai pada tahun 1971.
Sebagiandari karyawan yang di PHK sudah datang kekami dan meminta adanya pembelaan dari KSPI. Kami sedang dalam proses penanda tanganan surat kuasa, ujanyar melalui kererangan tertulis. Selain mengajukan gugatan, dalam waktu dekat ini KSPI akan mengirimkan surat resmi kepengawas ketenagakerjaan agar segera memeriksa Gojek.
Stabilisasi dan Rehabilitasi EkonomiUntuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkahMemperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.[butuh rujukan]MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan serta program stabilisasi dan pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalahMendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalahRendahnya penerimaan dan tidak efisiennya pengeluaran banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit banyak tunggakan hutang luar devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan untuk memperlancar kegiatan perekonomianBerorientasi pada kepentingan produsen kecilUntuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara[butuh rujukan]Mengadakan operasi pajakMelaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak pengeluaran pemerintah pengeluaran konsumtif dan rutin, serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan kredit bank dan menghapuskan kredit stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.[butuh rujukan]Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana sosial dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya, lembaga negara tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.[butuh rujukan]Kerjasama Luar NegeriPertemuan TokyoSelain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat besar, yakni mencapai 2,2 - 2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo.[butuh rujukan] Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Prancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut[butuh rujukan]Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama waktu pengangsuran tidak dikenakan hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan AmsterdamPada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI Intergovernmental Group for Indonesia. Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan.[butuh rujukan] Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga telah berusaha mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali rescheduling hutang-hutang peninggalan Orde Lama. [butuh rujukan] Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar NasionalTrilogi PembangunanSetelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. [butuh rujukan] Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun Pelita. Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu[butuh rujukan]Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah IndonesiaMeningkatkan kesejahteraan umumMencerdaskan kehidupan bangsaIkut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosialPelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah[butuh rujukan]Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh ekonomi yang cukup nasional yang sehat dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah[butuh rujukan]Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatanPemerataan pembagian kesempatan kerjaPemerataan kesempatan berusahaPemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah AirPemerataan kesempatan memperoleh Pembangunan NasionalSeperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun Pelita. Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu[butuh rujukan]Pelita IPelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.[butuh rujukan]Pelita IIPelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.[butuh rujukan]Pelita IIIPelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. [butuh rujukan] Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur IVPelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi.[butuh rujukan] Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung VPelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[butuh rujukan] Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding VIPelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan.[butuh rujukan] Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Stabilitaspolitik dan ekonomi pada masa Orde Baru menjadi . SD. SMP. SMA SBMPTN & UTBK. Produk Ruangguru. Beranda; SMA; Sejarah; Stabilitas politik dan ekonomi pada masa Orde Baru RS. Rahmat S. 31 Maret 2022 16:03. Pertanyaan. Stabilitas politik dan ekonomi pada masa Orde Baru menjadi . Mau dijawab kurang dari 3 menit? HahdHoJ.